Minggu, 08 Mei 2011

subhanallah

Panen Ungkot Paya




4 Tahanan Kabur Lewat Kamar Mandi





IDI, Aceh Timur: Setelah memanjat dan menjebol plafon (loteng—red) kamar mandi sel tahanan Pengadilan Negeri (PN) Idi, Aceh Timur, 4 tahanan yang hendak disidangkan berhasil kabur, Rabu (27/4) sekira pukul 11:20.

Keempatnya kini masuk Daftar Pencari Orang (DPO) Polres Aceh. masing-masing Muhammad Azhar alias Dehar, 28, (Kasus Pembacokan Istri dan Anak Toke Sawit di Ranto Peureulak, Aceh Timur). Selanjutnya Agus, 28, Muhammad Dani, 31, dan Saputra Mulia, 30. Ketiganya karena kasus narkoba.

Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, kaburnya 4 tahanan dari sel tahanan (Ruang Tunggu) PN Idi, diperkirakan menjelang selesainya sidang terdakwa Basri, kasus pencemaran nama baik. Saat itu, ke empat tahanan yang kabur dikumpulkan di ruang tunggu bersama 6 tahanan lainnya. Sementara 10 tahanan dipisahkan di ruang tunggu lain yang berada berdampingan.

Diperkirakan, keempatnya kabur dengan memanjat dan menjebolkan plafon kamar mandi. Tiba-tiba, dari atas plafon terdengar seperti orang lari. Suara itu didengar tahanan lain yang saat itu berada di kamar mandi ruang tunggu lain yang berdampingan.

Mendengar suara bagaikan orang lari, tahanan tersebut berteriak dan memanggil petugas keamanan dan petugas kejaksaan yang berjaga-jaga di luar ruangan tunggu. Sejumlah petugas langsung memindahkan 6 tahanan yang tersisa ke ruangan di sebelahnya dan petugas memanjat plafon mengejar 4 tahanan yang kabur, tetapi usaha petugas termasuk melakukan pengepungan dan penyisiran ke seluruh sudut Kota Idi, belum membuahkan hasil.

Ketika kaburnya 4 tahanan tesrebut, sidang yang tengah berlangsung terpaksa harus dihentikan sesaat kembali dilanjutkan sesuai agenda sidang PN Idi, ke ruang persidangan lain yang letaknya bersebelahan. Pengamatan Waspada, pengejaran polisi dengan senjata lengkap ke luar pekarangan pengadilan sempat mencuri perhatian puluhan pengguna jalan dan masyarakat sekitar.

Kepala PN Idi, Salahuddin, SH melalui Humas, Rahmad Aries, SH saat dikonfirmasi, Rabu (27/4), membenarkan kaburnya 4 tahanan yang hendak disidang dari ruang tunggu PN Idi dengan menjebolkan plafon kamar mandi dan melompat pagar PN Idi. “Kita sudah koordinasi dengan polisi, Jaksa, dan instansi terkait dalam mengejar 4 tahanan yang kabur,” katanya seraya menadaskan, salah satu dari empat yang kabur terdakwa kasus pembacokan istri dan anak toke sawit di Ranto Peureulak

Tarian Aceh Pukau Peminat Musik Sufi

Sanggar Seni Seulaweuet IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, menampilkan tari Seudati pada acara festival musik tasawuf  internasional sedunia di Eskisehir Osman Gazi University Culture Center Music Hall, Turki, Kamis (5/5) malam waktu setempat.



Penampilan tim kesenian Aceh yang diwakili Sanggar Seni Seulaweuet (S3) IAIN Ar-Raniry berhasil menarik perhatian peminat musik sufi pada acara festival tasawuf musik internasional yang berlansung di Eskisehir Osman Gazi University Culture Center Music Hall, Turki, Kamis (05/05) malam waktu Turki.

Ribuan penonton menyaksikan pertunjukan itu dengan bersemangat seraya meberikan tepuk tangan dan berteriak histeris, dan penonton sama sekali tidak beranjak sebelum pentas usai.

Farid Wajdi, Rektor IAIN Ar-Raniry yang turut hadir menyaksikan pertunjukan itu merasa bangga dengan penampilan yang disajikan oleh anak-anak Sanggar Seni Seulaweuet. “Pertunjukan selalu dibanjiri tepuk tangan dan para penonton yang minta foto bersama anak-anak Sanggar Seni Seulaweuet,” katanya.

Sementara itu, Presiden CIOFF Indonesia, Said Rachmat, selaku koordinator acara, mengharapkan agar IAIN Ar-Raniry bisa belajar sekaligus mendapatkan banyak pengalaman dari acara ini. “Ke depan kita juga mengharapkan agar IAIN bisa melanjutkan kerjasama dengan pihak manapun dan juga bisa membuka jalur-jalur kerjasama yang baru,” ujarnya.

Dikatakannya, pihak Kementrian Agama, pada 18-21 Juli 2011 akan mengadakan Festival Musik Sufi pertama di Indonesia. Dia mengharapkan agar grup Sanggar Senin Seulaweuet dari IAIN Ar-Raniry bisa ambil bagian dalam pagelaran tersebut.

Elmira, perwakilan dari kontingen Iran yang juga ikut menyaksikan pertunjukan Aceh pada malam itu, mengaku sangat tertarik dengan penampilan rapai geleng, yang menurut mereka sangat bernuansa islami. Mereka mengakui bahwa di Iran ada juga rapai, tapi dalam penggunaannya belum mencerminkan karakteristik sufi.

Sementara itu, Imam Juwaini, pembina Sanggar Seni Seulaweuet sekaligus koreografer, menjelaskan bahwa di ajang internasional ini pihaknya menampilkan Seudati, Saman Gayo, dan Rapai. “Dalam Festival Musik Sufi ini, Aceh ditunjuk mewakili Indonesia. Negara lain yang ambil bagian adalah Marocco, Mayotte, Pakistan, Iran Dan Turkey,” katanya.

Keikutsertaan Aceh dalam festilval tersebut direkomendasikan oleh Conseil International des Organisation de Festival de Folklore et d’Art Traditionnels (CIOFF), organisasi yang berada di bawah Unesco, badan PBB yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan

Ranup Lampuan dan Barongsai Berpadu di Kampoeng Tjina

Barongsai saat mengambil ampau pada salah satu ruko di kawasan Peunayong, Banda Aceh, Sabtu (7/5).  yang juga dikenal dengan julukan Kampoeng Tjina, Jumat (6/7) malam benar-benar menjadi ‘kota multietnik’ yang mampu berkolaborasi sempurna dalam perbedaan budaya. Gadis-gadis kecil bermata sipit yang masih usia SD terlihat begitu lincah dengan tarian tradisional Aceh ranup lampuan, tak kalah sempurnanya dengan atraksi barongsai yang memang warisan leluhur

Tarian ranup lampuan dan atraksi barongsai merupakan bagian dari serangkaian atraksi seni dan budaya lainnya yang ditampilkan pada acara pembukaan Festival Peunayong yang dilaksanakan Pemko Banda melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata-nya. Festival Peunayong yang juga dirangkai dengan Festival Krueng Aceh merupakan ‘jualan’ yang dikemas untuk Visit Banda Aceh 2011.

Malam itu, sebelum prosesi pembukaan oleh Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin yang dipusatkan di ‘jantung’ Kampoeng Tjina, Jalan A Yani, terlebih dahulu digelar pawai budaya mengitari sejumlah ruas jalan utama di sekitaran Peunayong. Pawai budaya itu bukan saja diikuti oleh etnik Tionghoa, tetapi juga masyarakat dari gampong-gampong yang ada dalam Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.

Tarian ranup lampuan yang dibawakan murid SD dari etnis Tionghoa tampak memesona ribuan warga yang memadati ruas Jalan A Yani, tempat pemusatan Festival Peunayong. Murid-murid SD bermata sipit itu bisa dengan fasih melafalkan kata demi kata dalam bahasa Aceh yang mengiringi tarian. Klimaksnya, tepuk tangan membahana.

Setelah tarian tradisional Aceh yang menggambarkan tradisi peumulia jamee tersebut berakhir sempurna, giliran barongsai menggeliat-geliat atraktif di depan masyarakat yang mengerubungi di depan panggung utama. Rangkaian atraksi tersebut disaksikan langsung Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Wali Kota Banda Aceh Mawardy Nurdin, Wakil Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal, dan Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Armensyah Thay.

Ya, Jumat (6/5) malam itu beragam etnis dalam berbagai usia memang memadati Jalan Ahmad Yani, Gampong Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Festival Peunayong membuat Kota Tua itu menggeliat lagi. Sabtu (7/5) sore sekitar pukul 17.00 WIB, barongsai kembali unjuk diri. Atraksi seni yang dipadu kungfu itu ditampilkan dari pintu ke pintu.

Barongsai, kata Budi sang pimpinannya, bukan sekadar pertunjukan unjuk kebolehan. “Acara apa pun lazimnya dalam budaya Cina diawali dengan barongsai. Maksudnya untuk pemberkatan,” kata Budi,  pimpinan tarian barongsai.

Yang menarik, ke-20 anggota barongsai ini adalah vegetarian. Mereka tidak dibolehkan memakan yang berdarah seperti daging atau ikan. Praktis makanannya adalah buah-buahan dan sayuran. “Lewat Festival Peunayong ini kita coba melebur diri dengan masyarakat Aceh,” kata Li, warga Peunayong, yang mengaku dirinya merupakan generasi keempat di Kampoeng Tjina tersebut.

Sejarah panjang
Tiongkok dan Aceh sejatinya memang punya hubungan sejarah yang panjang. Laksamana Chengho atau Zheng He, menurut Pemerhati Budaya Cina, Dr A Rani Usman, bahkan sampai tiga kali datang ke Aceh. Lonceng Cakradonya menjadi buktinya. Chengho menyerahkan lonceng tersebut kepada Kerajaan Pasai yang dipimpin Sultan Zainal Abidin pada 1409. Hadiah ini sebagai bukti persahabatan antara Bangsa Aceh dan Cina.

Kisah pelayaran Laksamana Chengho ini telah melegenda. Dia menorehkan jejak sejarah yang mengagumkan di setiap negara yang dilaluinya. Chengho selama tujuh kali pelayaran selalu berusaha tampil penuh persahabatan. Ini mungkin yang membedakan pelayaran Chengho  dengan Columbus. Bangsa barat menjelajahi Samudera untuk tujuan imperialiasme. Tapi, Chengho yang di masa hidupnya diyakini pernah menunaikan ibadah haji itu berusaha tampil penuh persahabatan.

Petualangan antarbenua yang dipimpin Chengho selama 28 tahun (1405 M-1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, ahli geografi terkemuka dunia, tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Chengho. “Yang harus diingat, tidak pernah Bangsa Cina memusuhi Islam,” kata Rani Usman yang fasih berbahasa Mandarin ini.

Rani Usman menambahkan, etnis Tionghoa banyak meninggalkan negerinya setelah muhibah besar Chengho. Kapan persisnya etnis Tionghoa memasuki Aceh? “Sejak lancarnya transportasi laut,” kata Rani Usman. Apalagi saat itu Tiongkok sedang dilanda konflik dan kelaparan. Mereka beramai-ramai hijrah ke berbagai negara, salah satunya ke kawasan Ulee Lheue sebagai tempat pelabuhan internasional di masa kesultanan Aceh. Setelah Belanda ‘menundukkan’ Aceh, kaum Cina didatangkan lebih banyak lagi  sebagai tenaga kerja terampil.

Sebagai Kota Tua, warisan arsitektur Eropa masih tersisa di kawasan pecinan itu. Sebagian lainnya, seperti Hotel Atjeh, telah hilang ditelan zaman.  Peunayong dulunya dihuni oleh beragam etnis, yakni pedagang dari Cina, Persia, dan India. Syukurnya, bangsa yang berbeda budaya dan agama itu bisa hidup berdampingan hingga beratus-ratus tahun lamanya. Mungkin itu sebabnya, kawasan ini diberi nama Peunayong, yang disebut berasal dari kata Peumayong (memayungi).

Jumlah warga Peunayong kini sekitar 4.000 jiwa, sekitar 70 persen beretnis Tionghoa. Rani Usman berharap, momen kali ini bisa digunakan untuk semakin mempererat hubungan dan meleburkan diri antara etnis Tionghoa dengan masyarakat sekitar

Mantan Kiper PSMS Ditangkap Edarkan Ekstasi

MEDAN - Mantan penjaga gawang kesebelasan PSMS Medan Sony Gunawan (36) yang diringkus polisi pada Jumat (6/5) malam lalu ternyata terlibat peredaran narkoba. Dari pria jangkung itu disita 45 butir pil ekstasi, dan sembilan butir multivitamin.

Kanit Reskrim Polsek Medan Baru Iptu Andik Eko mengungkapkan, Sony yang tercatat sebagai penduduk Jalan Taruma, Kampungkubur, Medan Petisah itu dibekuk dari lantai dua Sun Plaza. Ketika itu Sony hendak makan malam di sebuah restoran bersama istrinya. "Begitu dia muncul, anggota langsung menangkapnya, karena informasi tentang keterlibatannya sudah lama kami selidiki," kata Andik, Minggu (8/5).

Kecurigaan polisi semakin kuat setelah dari tas sandang pelaku ditemukan 45 butir pil ekstasi, sembilan butir multivitamin, dan sebuah alat isap sabu-sabu. Apalagi dalam pemeriksaan, Sony sudah mengakui kalau pil ekstasi itu dibelinya dari seseorang seharga Rp 130 ribu perbutir untuk kemudian dijualnya Rp 150 ribu perbutir. Transaksi itu sendiri biasanya dilakukan tersangka via telepon melalui orang yang dikenalnya.

"Jadi dia tak sembarang menerima orang untuk transaksi, hanya melalui orang-orang kepercayaannya," kata Andik. Kasus itu masih terus dikembangkan polisi karena diyakini masih melibatkan pelaku lainnya. Kejahatan itu diakui Sony terpaksa dilakukannya untuk menghidupi keluarganya, karena sejak tak "dipakai" PSMS Medan, Sony tak memiliki penghasilan tetap.

Pengusaha Aceh Jangan Bergantung pada Pemerintah

Sekda Aceh T Setia Budi (kanan) bersama Wakil Ketua I Bidang Pemerintahan dan Anggaran DPRA Amir Helmi (kiri), Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh Anwar Muhammad (dua kanan), dan Ketua Kadin Aceh Firmandez berbicara saat konferensi pers usai pembukaan seminar peningkatan peluang investasi dalam kawasan Indonesia Malaysia Thailand-Growth Triangle (IMT-GT) di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Sabtu (7/5).

Para pengusaha Aceh disarankan tidak bergantung pada pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk memajukan usaha masing-masing. Pengusaha Aceh juga dianggap perlu membenahi diri-sendiri dengan menambah kapasitas berbisnis dan kreatif dalam mencari peluang-peluang usaha serta memperluas daerah perniagaan.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Badan Kerjasama Bisnis Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Faudzi Naim bin Haji Noh, usai memberikan materi pada Seminar Peningkatan Peluang Investasi Dalam Kawasan IMT-GT, Sabtu (7/5). “Sebagian besar pengusaha Aceh tidak kreatif, hanya terfokus pada sektor infrastruktur saja. Padahal, masih banyak sektor lain bisa digali potensi usahanya,” katanya.

Dikatakannya, jika pengusaha terkendala dengan permodalan jangan selalu menyalahkan pemerintah, pengusaha harus jeli dan bisa mencari peluang-peluang dari tempat lain. “Mental pengusaha yang tidak suka mengembalikan pinjaman bank juga harus diubah, menjaga kepercayaan bank itu sangat diperlukan untuk kelancaran usaha,” kata dia.

Ketua Tim Percepatan Ekspor Aceh, Asril mengatakan selama ini memang pemerintah terkesan tidak mendukung para pengusaha Aceh. “Terus terang kendala terbesar pengusaha Aceh terutama eksportir adalah modal usaha. Kami sudah berkali-kali mengajukan permohonan untuk memperoleh modal usaha kepada Bank Aceh, tapi mereka menolak dengan dalih tidak ada produk bank untuk investasi,” keluh Asril.

Sementara itu Kepala Badan Investasi dan Promosi (BIP) Aceh Anwar Muhammad, mengatakan dalam tiga tahun terakhir 85 perusahaan swasta asing telah rencanakan berinvestasi di berbagai sektor usaha di Aceh dengan nilai investasi mencapai Rp 50 triliun. Situasi kemanan yang semakin kondusif didukung potensi sumber daya alam yang besar, kata Anwar menjadi salah satu faktor utama para investor berencana berinvestasi di Aceh.

Dari total 85 perusahaan asing yang merencanakan menanamkan modalnya di Aceh itu nilai realisasinya baru sekitar Rp 7 triliun.  “Dalam waktu dekat sudah ada investor yang akan masuk bidang eksploitasi minyak dan gas di dua blok di Aceh, dengan total investasi mencapai Rp 6 triliun lebih,” imbuh dia.

Untuk memberikan jaminan dan kepastian untuk setiap investor yang akan berinvestasi di berbagai sektor usaha, Pemerintah Aceh sudah mempersiapkan sejumlah peraturan yang bertujuan untuk memudahkan  investor selama menjalankan usahanya di Aceh.

Hal ini disebutkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di Banda Aceh, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Sekda Aceh Teuku Setia Budi. Disebutkan ada empat aturan hukum investasi untuk memudahkan investor itu, yaitu Qanun Nomor 5/2009 tentang Penanaman Modal, Perpres Nomor 11/2010 tentang Kerja Sama Pemerintah Aceh dengan Badan/Institusi di Luar Negeri, PP Nomor 83/2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS), dan Pergub tentang Penanaman Modal dan Rencana Umum Penanaman Modal di Aceh.

“Dengan regulasi tersebut diharapkan mendorong percepatan investasi di Aceh dan investor akan aman dan terlindungi selama berada di Aceh. Saat ini Perangkat hukum ini sedang dalam proses penyelesaian,