Sabtu, 09 April 2011

Di Jalanan, Orang Aceh bukan Warga Nomor Dua

Salam Serambi

Para pemilik dan pengguna kendaraan bernomor polisi (pelat) Aceh, yakni BL, sudah sangat lama resah, karena mereka sering menjadi sasaran razia, bahkan mendapat perlakuan kurang simpati dari aparat kepolisian di jajaran Polda Sumatera Utara saat melintas di wilayah hukum Sumatera Utara menggunakan kendaraan berpelat BL.

Selama ini, keresahan dan pengalaman buruk ditilang bahkan dipungli oleh polantas di wilayah Sumut itu, seakan sudah menjadi keharusan sejarah yang tak mungkin lagi dikoreksi. Hingga kemudian, sebagaimana dipublikasi Harian Serambi Indonesia kemarin, persoalan kronis itu ditanggapi serius oleh Kapolda Aceh yang baru, Irjen Pol Iskandar Hasan.

Diam-diam, mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini menangkap keluhan dan keresahan tersebut hampir di setiap kabupaten/kota di Aceh keika ia berdialog dengan masyarakat dalam kunjungan kerjanya ke daerah-daerah se-Aceh baru-baru ini. Bupati/wali kota, tokoh agama, aktivis LSM, dan insan pers pun mengeluhkan hal itu kepada Kapolda Aceh.

Merasa keluhan itu sudah sangat meluas, Kapolda Irjen Iskandar Hasan langsung menyurati Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro pada 17 Maret lalu. Inti surat itu adalah adanya kesan kurang simpatik petugas di lapangan, mencari-cari kesalahan dari kelengkapan kendaraan, dan pembedaan antara pelat BK dengan BL.

Seiring dengan itu, Kapolda Aceh meminta laporan masyarakat itu menjadi bahan pertimbangan Polda Sumut untuk menertibkan petugas di lapangan, tanpa mengurangi program kerja polda setempat dalam mengantisipasi segala bentuk pelanggaran/kejahatan di lapangan.

Sebagai warga Aceh atau pemilik dan pengguna kendaraan berpelat BL, apa yang disampaikan dan disarankan Kapolda Aceh kepada Kapolda Sumut itu sangat pantas kita sambut baik. Ini akan menjadi masukan paling berharga bagi Kapolda Sumut untuk sesegera mungkin menertibkan aparatnya, terutama yang bertugas di perbatasan Aceh-Sumut. Sudah cukuplah bahwa pengendara BL selama ini menjadi “bulan-bulanan” atau bahkan “sapi perahan” bagi segelintir polantas di wilayah Sumut. Jangan lagi jadikan pemilik atau pengguna kendaraan BL yang melintas di wilayah hukum Sumut sebagai “warga kelas dua” yang sepertinya selalu pantas dicurigai dan dijadikan sasaran empuk dalam praktik pungli jalanan yang seakan tak pernah berkesudahan.

Bila tidak ingin pemilik dan pengguna kendaraan BK yang masuk wilayah Aceh tidak diperlakukan sama atau bahkan bisa lebih buruk daripada itu, maka sudah saatnya masing-masing Polda di provinsi yang bertetangga ini menertibkan aparatnya. Jalanan harus diurus dengan baik dan bijak, termasuk dari polisi yang bermental bandit jalanan.

4 komentar:

  1. oooo meunan nyeh apa aceh,baroe teupe lon.......................

    BalasHapus
  2. haaa..haaaa.... meuphom that masalah aceh ya kakak......

    BalasHapus
  3. jeulah that lah nyan ....
    wkwkkw....

    BalasHapus
  4. Yang kabutoi hana salah leee........
    bek biasa... di pike awak aceh leh hana yuem.........

    BalasHapus